Begini Pengalaman Belajar Scuba Diving di Nadipati DC

Jakarta, Melihat video maupun foto keindahan hutan karang beserta penghuni bawah laut rasanya pengin juga ikut nyelam. Biar bisa lihat langsung dengan mata kepala sendiri. Mulailah saya cari tahu bagaimana caranya supaya bisa merealisasikannya.

Ternyata, seorang penyelam yang bahasa kerennya diver, harus memiliki sertifikat atau lisensi dari salah satu sekolah diving. Beda dengan kita snorkling, asalkan punya alat bisa saja kita lakukan dimanapun. Pastinya hanya di permukaan dan pinggiran.

Tidak seorangpun diperkenankan menyelam bila tidak memenuhi persyaratan itu. Ada juga orang-orang yang tinggal dekat pantai mekakukannya, tapi sekarang mulai juga diberlakukan memiliki lisensi, karena saat ini diving sudah menjadi wisata juga. Banyak wisatawan asing menikmati bawah laut negeri kita Indonesia. Sudah seharusnya donk sebagai buddy (pendamping) punya lisensi.

Semacam di gunung, ada sertifikasi pemandu gunung yang dilakukan APGI. Untuk laut ada banyak macam sekolah yang menerbitkan sertifikasi atau lisensi diving, ada NAUI dari Amerika, ada Possi, Padi, SSI dan masih ada beberapa lagi.

Atas rekomendasi teman, saya belajar dari NadipatiDC.id atau Nadipati Scuba Dive Center berlisensi www.NAUI.org yang dilakukan selama 4 hari untuk kelas pemula open water dengan batas kedalaman maksimum 18 meter.

Hari pertama, teori yang dimulai dengan pengenalan nama alat, kedalaman dan risiko, istilah-istilah yang digunakan, logika berpikir berhubungan dengan pelajaran fisika zaman kita sekolah dulu, hingga rescue dasar yang paling sederhana. Berapa Nitrogen yang ada di tubuh, berhubungan dengan berapa lama lagi kita boleh melakukan diving.

Hari kedua, praktek di kolam renang bagaimana harus bernafas “dengan mulut”, melepas masker dan membersihkan di dalam air, belajar masuk di kedalaman dari 1 meter, 2 meter dan 4 meter, hemmm bingung deh. Karena kita biasa hidup di darat, perlu koordinasi yang baik, tetap tenang dan jangan panik. Belajar bernafas perlahan, ambil nafas dalam dari mulut dan hembuskan nafas panjang dari mulut juga. Ketenangan benar-benar dibutuhkan. Serasa meditasi. Kayaknya nih, para penyelam mestinya lebih mudah bila melakukan meditasi. Itu sih yang saya rasakan.

Selain itu kita juga harus selalu memperhatikan kondisi diri, makin dalam telinga kita bisa sakit luar biasa bila tidak melakukan equalizing. Ada tiga cara, pertama dengan memencet hidung, sambil menghembuskan nafas lewat hidung juga, semacam kita naik pesawat tuh. Pernah gak ngerasain telingga serasa budeg? Nah mirip itu. Cara kedua dengan membuka mulut dan menggerakkan rahang, cara ketiga dengan menelan ludah. Tapi kalau dalam air pilih cara pertama.

Yang saya tangkap, selain seperti meditasi seorang penyelam harus “sangat peduli” terhadap teman menyelamnya yang disebut buddy. Dimulai sebelum masuk ke air, pertama pengecekan alat dan fungsinya, ini bukan hanya alat yang kita pakai sendiri, termasuk milik teman menyelam kita, intinya saling cek. Berapa isi tabung, pemakaian sudah benar tidak? Sudah berfungsi baikkah semuanya dan kita harus tahu dimana letak pemberat yang digunakan, letak regulator udara cadangan, semua aksesoris yang digunakan harus saling tahu posisi letaknya dengan baik. Ini sangat berguna saat masalah yang tidak diinginkan terjadi di kedalaman, kita tahu apa yang harus dilakukan tanpa panik mencari apa yang harus dilepas.

Tidak boleh jauh dari teman, maksimal sedepa serentangan tangan kita, agar bila terjadi sesuatu kita bisa langsung menepuk bahu teman menyelam kita.

Tidak jauh beda dengan di gunung, di laut kepedulian dan kerjasama “lebih” dibutuhkan karena resiko lebih besar terkait jarak pandang dan tanda suara yang minim sekali bisa kita dengar. Kenapa harus selalu berdekatan? Selain alasan di atas, di dalam laut kita hanya bisa menepuk bahu teman, bicara dengan mata, membaca yang dituliskan dengan alat khusus dan dengan kode tangan saja.

Begitu kita kehilangan buddy, dalam semenit kita tengok kanan kiri tidak menemukan, maka kita harus naik ke atas secara perlahan. Itu sudah menjadi perjanjian yang di sepakati bersama.

Arus bawah bisa menyeret kita jauh tanpa kita sadari, begitu juga dengan keasikan melihat keindahan bisa membuat kita lupa memperhatikan jarak dengan buddy. Tetap tidak perlu panik kalau ketinggalan ataupun terpisah. Kesepakatan itulah yang harus kita ingat.

Hutan dan segala isinya di dalam laut memang indah, ikan warna-warni, rumput laut, karang cantik. Sebetulnya besar kemungkinan beracun, maka itu kita harus menggunakan baju tertutup, selain itu juga untuk mempertahankan suhu tubuh dan daya apung.

Ya, semua makhluk yang ada di bumi sekecil apapun dia selalu dipersenjatai untuk mempertahankan diri. Semacam mawar memang indah, tapi punya duri. Kapan digunakan oleh mereka, saat mereka merasa terancam. Maka itu jangan sembarangan pegang-pegang.

Satu fakta yang mengejutkan, selama ini yang kita ketahui tentang keganasan hiu dalam film-film. Ternyata itu tidak benar, hiu juga bersahabat. Kesimpulan saya, binatang apapun tidak akan menyerang kita kalau kita tidak mengganggunya, atau dia sedang lapar.

Belajar mengapung di kedalaman, posisi tubuh flat horizontal dan mempertahankannya. Betul-betul kita dituntut untuk mengkoordinasikan tubuh sendiri, juga lingkungan sekitar, sedikit sulit sebagai manusia daratan yang terbiasa berdiri dan berjalan tegak.

Bila sudah mengalami, ternyata melakukan olah raga diving atau menyelam tidak semudah yang dibayangkan. Ketenangan, kesadaran, kepedulian, logika berpikir, paham resiko, semua jadi satu tumpek blek harus kita kuasai karena kita butuhkan di dalam air.

Maka itu “perlu” belajar, miliki pengetahuan supaya tidak mudah panik. Panik adalah jalan utama menuju musibah. Mempersiapkan diri dengan berbekal peralatan lengkap, pengetahuan cukup agar kita bisa mengatasi dan tahu apa yang harus dilakukan bila terjadi sesuatu masalah. Sama seperti kita di gunung, berlakulah hukum ini di semua tempat dan keadaaan.

Hari ketiga, waktunya praktek beneran di laut. Kami menuju Pulau Pramuka salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Pulau ini juga sering digunakan institusi atau sekolah lain untuk trainning dan ujian scuba dive. Takut dan kuatir pasti ada. Mulai pasang BCD (Bouyancy Control Divice) atau rompi keseimbangan untuk dikaitkan pada tabung, pasang regulator dan cek semua fungsi dan berapa isinya.

Mulailah kami turun dan beraksi, tentunya briefing dulu ya, ulang sedikit teori yang di lakukan di kolam kemarin. Belajar menenggelamkan diri, bener-bener harus ingat tombol mana supaya badan bisa tenggelam, sesampainya di kedalaman berusaha menemukan titik keseimbangan sembari praktek beberapa teori lain yang sudah di ajarkan. Diving dilakukan 2 kali. Sorenya aje gile busyet, ujian tulis bok. Hahaha, serasa sekolah lagi mengulang ingatan pelajaran fisika, tentang bias cahaya, warna apa yang paling pertama hilang di kedalaman laut, berat jenis air laut dan ya seputaran itu deh. Dasar-dasar itu kita harus tahu.

Hari keempat, pagi sudah harus siap nyemplung lagi, sembari praktek ujian juga tuh didalam air. Karena saya kebetulan dengan satu teman yang melakukan kelas advance, lumayan tuh jadi saya dapat juga sesi wreck dive (mengunjungi kapal karam, yaitu Kapal Praja) di kedalaman 16 meter. Beruntung selalu berpihak hahaha. Semestinya untuk kelas seperti saya gak dapat tuh.

Nah, tapi karena yang advance harus ujian rescue terhadap teman diving yang pingsan, saya berperan sebagai korban. Diangkat dari kedalaman dan harus di seret hingga pinggiran. Seru banget pokoknya, termasuk seru juga tuh puyengnya kena ombak. Mabuk laut hihihi. Tapi perjuangan itu terbayar dengan indahnya karang dan ikan-ikan di kedalaman.

Indonesia memang indah luar biasa, baik di pegunungan, pantai bahkan dalam lautnya. Saya dengar cerita dari instruktur saya Hendrata Yudha, beberapa bulan yang lalu ada tuh murid ibu-ibu kembar dan usianya 70 tahun warga Jakarta, berprofesi sebagai guru PAUD. Gila bener, di usia lanjut masih tertarik belajar diving. Yang muda, jangan mau kalahlah. Ayo semangat belajar, usia bukan halangan. Agar tidak panik menghadapi keadaan. Tertarik untuk menikmati indahnya bawah laut? Segeralah kunjungi salah satu sekolah diving yang mengeluarkan sertifikat, agar kita bisa berwisata dengan aman dan menyenangkan.

“Panik karena kurang pengetahuan adalah jalan utama menuju musibah”. (Wariani Khrisnayanni)

Posted in General Article.